Minggu, 29 Oktober 2017

CANDI PENATARAN BLITAR

CANDI PENATARAN BLITAR

Mari kita lirik keindahan dan keluasan alam makrokosmos di dalam diri kita,mencebur dan kemudian hidup abadi di dalam genggaman-Nya.tata kembali kosmos dalam diri ini. Perubahan sekecil apapun di hati/rasa/qalbu…,owah gingsirnya batin kita hakikatnya adalah perubahan yang sangat besar karena perubahan itu terjadi di... arasy makromosmos. 

  Jika ruang sunyi di hatimu terganggu oleh buar dan suara-suara nafsu,masuklah ke dalam bilih ruhmu, karena dalam bilik ruhmu ada hamparanagung Sirrmu, dimana sunyimu menjadi sirnamu kepadaNya, bahkan tak kausadari kau panggil-panggil namaNya, karena kau telah berdiri di depan GerbangNya

 Kekosongan atau kehampaan yang diusahakan adalah wujud dariKesombongan,kekosongan dan kehampaan hanya bisa diraih dengan tumungkuling rasa, andap asoring manah,kesadaran diri bahwa kita ini bukan apa-apa dan bukan Siapa-siapa dihadirat Gusti kang murbeng Dumadi dan kesadaran diri marang sakpodo padaning tumitah tumrap-ing urip bebrayan.

  Tiap saat kita mampu menempatkan diri dihadirat Gusti dalam perbandingan yang wajar bahwa manusia itu memang bukan apa apa dan Gusti adalah Segalanya..daya kodrat manusia tidak mampu untuk memberikan kesadaran yang demikian,selain manusia dapat kurnia yang bisa mengatasi kelekatan manusia pada rasa keakuan-nya,karena itu sifat rendah diri tersebut disebut sifat rendah diri manusia yang dibangkitkan oleh rahmat..kalau kita memang percaya kalau suwung itu amengku ana,maka sudah selayaknya-lah kalau kita dalam kehidupan sehari-hari menyadari kebukan apa apa-an kita..
Gusti itu Baru Kang-Murbeng Dumadi ,bila diperlakukan sebagai Gusti ,oleh dumadi.

OLAH KEPRIBADIAN AGUNG PAMBUDI PANJI ASMARA 72 ,KEDIRI  


















CANDI NGETOS NGANJUK

CANDI NGETOS NGANJUK 























Candi Ngetos terletak di Desa Ngetos, Kecamatan NGEOS sekitar 17 kilometer arah selatan kota NGANJUK Bangunannya terletak ditepi jalan beraspal antara KUNCIR dan Ngetos. Menurut para ahli, berdasarkan bentuknya CANDI ini dibuat pada abad XV (kelimabelas) yaitu pada zaman kerajaan (MAJAPAHIT). Dan menurut perkiraan, candi tersebut dibuat sebagai tempat pemakaman RAJA HAYAM WURUK dari Majapahit. Bangunan ini secara fisik sudah rusak, bahkan beberapa bagiannya sudah hilang, sehingga sukar sekali ditemukan bentuk aslinya.
Berdasarkan ARCA yang ditemukan di candi ini, yaitu berupa arca SIWA dan arca WISNU, dapat dikatakan bahwa Candi Ngetos bersifat Siwa–Wisnu. Kalau dikaitkan dengan AGAMA yang dianut raja Hayam Wuruk, amatlah sesuai yaitu agama Siwa-Wisnu. Menurut seorang ahli (HOEPERMAS), bahwa didekat berdirinya candi ini pernah berdiri candi berukuran lebih kecil (sekitar 8 meter persegi), namun bentuk keduanya sama. N.J. Krom memperkirakan bahwa bangunan candi tersebut semula dikelilingi oleh tembok yang berbentuk bulat cincin.
Bangunan utama candi tersebut dari batu merah, sehingga akibatnya lebih cepat rusak. Atapnya diperkirakan terbuat darikayu (sudah tidak ada bekasnya). Yang masih bisa dilihat tinggal bagian induk candi dengan ukuran sebagai berikut :
  • Panjang candi (9,1 m)
  • Tinggi Badan (5,43 m)
  • Tinggi keseluruhan (10 m)
  • Saubasemen (3,25 m)
  • Besar Tangga Luar (3,75 m)
  • Lebar Pintu Masuk (0,65 m)
  • Tinggi Undakan menuju Ruang Candi (2,47 m)
  • Ruang Dalam (2,4 m).

Relief

Relief pada Candi Ngetos terdapat empat buah, namun sekarang hanya tinggal satu, yang tiga telah hancur. Pigura-pigura pada saubasemennya (alasnya) juga sudah tidak ada. Di bagian atas dan bawah pigura dibatasi oleh loteng-loteng, terbagi dalam jendela-jendela kecil berhiaskan belah ketupat, tepinya tidak rata, atau menyerupai bentuk banji. Hal ini berbeda dengan bangunan bawahnya yang tidak ada piguranya, sedankan tepi bawahnya dihiasi dengan motif kelompok buah danornamen daun.
Di sebelah kanan dan kiri candi terdapat dua relung kecil yang di atasnya terdapat ornamen yang mengingatkan padabelalai makara. Namun jika diperhatikan lebih saksama, ternyata suatu bentuk spiral besar yang diperindah. Dindingnya terlihat kosong, tidak terdapat relief yang penting, hanya di atasnya terdapat motif daun yang melengkung ke bawah danhorisaontal, melingkari tubuh candi bagian atas.
Yang menarik, adalah motif kalanya yang amat besar, yaitu berukuran tinggi 2 x 1,8 meter. Kala tersebut masih utuh terletak disebelah selatan. Wajahnya menakutkan, dan ini menggambarkan bahwa kala tersebut mempunyi kewibawaan yang besar dan agaknya dipakai sebagai penolak bahaya. Motif kala semacam ini didapati hampir pada seluruh percandian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Motif ini sebenarnya berasal dari India, kemudian masuk Indonesia pada Zaman Hindu. Umumnya, di Indonesia motif semacam ini terdapat pada pintu-pintu muka suatu percandian.

Arca Candi

Di Candi Ngetos sekarang ini tidak didapati lagi satu arcapun. Namun menurut penuturan beberapa penduduk yang dapat dipercaa, bahwa di dalam candi ini terdapat dua buah arca, paidon (tempat ludah) dan baki yang semuanya terbuat dari kuningan. Krom pernah mengatakan, bahwa di candi diketemukan sebuah arca Wisnu, yang kemudian disimpan di Kediri. Sedangkan yang lain tidak diketahui tempatnya. Meskipun demikian bisa dipastikan bahwa candi Ngetos bersifat Siwa-Wisnu, walaupun mungkin peranan arca Wisnu disini hanya sebagai arca pendamping. Sedangkan arca Siwa sebagai arca yang utama. Hal ini sama dengan arca Hari-Hara yang terdapat di Simping, Sumberjati yang berciri Wisnu.

Cerita Rakyat

Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa raja Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan di situ karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwotoo. Raja ini mempunyai seorang patih bernama Raden Bagus Condrogeni, yang pusat kepatihannya terletak disebelah barat Ngatas Angin, kira-kira berjarak 15 km.
Diceritakan, bahwa Raden Ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi Raja diMajapahitHayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya kemudian, nanti ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakanCandi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya. Krom juga berpendapat, bahwa disekitar candi Ngetos ini terdapat sebuah Paramasoeklapoera, tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk. Mengenai kata Tajum dapat disamakan dengan Tajung, sebab huruf “ng” dapat berubah menjadi huruf “m” dengan tanpa berubah artinya. Misalnya Singha menjadi Simha dan akhirnya Sima. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekmono yang menyatakan bahwa setelah Hayam Wuruk meninggal dunia, maka makamnya diletakkan di Tajung, daerah Berbek, Kediri.
Selanjutnya diceritakan, bahwa Raja Ngatas Angin R. Ngabei Selupurwoto mempunyai saudara di Kerajaan Bantar Angin Lodoyo (Blitar) bernama Prabu Klono Djatikusumo, yang kelas digantikan oleh Klono Joyoko. Raja-raja ini ditugaskan oleh Hayam Wuruk untuk membuat kompleks percandian. Raden Ngabai Selopurwoto di kompleks Ngatas Angin menugaskan Empu Sakti Supo (Empu Supo) untuk membuat kompleks percandian di Ngetos. Karena kesaktiannya maka dalam waktu yang tidak terlalu lama tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai petunjuk.

CANDI LOR NGANJUK

CANDI LOR NGANJUK



















Letak Geografis Bangunan.
Secara geografis Candi Lor terletak di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Atau kira-kira 3 – 4 Km arah selatan dari pusat kota Nganjuk. Berdasarkan bukti tertulis yang diketemukan di kompleks candi ini, dapat dikemukakan bahwa Candi Lor ini didirikan oleh Pu Sindok pada tahun 859 C atau 937 M, sebagai tugu peringatan kemenangan PU SINDOK atas musuhnya dari KERAJAAN Melayu. 
Wujud Fisik Bangunan
Secara riil, Candi Lor Yang Menghadap Ke Barat ini, Wujudnya sudah tidak berbentuk lagi (sudah sangat rusak). Hal ini disebabkan usia bangunan yang memang sudah sangat tua (+_ 10,5 abad lebih), Bahan Bangunan Yang Terbuat Dari Batu Bata Merah Dan Tumbuhnya Pohon Kepuh Di Badan Candi Yang Akar- Akarnya Mencekeram dan menghujam ke segala arah di badan Candi Sebelah Selatan.Candi Lor ini berdiri diatas tanah seluas 42 x 39.40M = 1654 M2. Luas soubasemennya (alasnya) 12.40 x 11.50 M = 142.60 M dan tinggi candi ± 9.30 M. Berkaitan dengan candi ini Krom berpendapat, bahwa candi Lor itu awalnya bertingkat, dan Bersifat Siwais. Didalam Candi ini Terdapat Beberapa Area, Diantaranya Ganesa dan Nandi.
Meskipun keadaannya sudah rusak, kalau kita naik keatas candi, dapatlah diperkirakan bahwa candi ini dahulunya mempunyai ruang dalam yang berbentuk segi empat. Hal ini terlihat adanya sudut siku-siku yang masih tampak di sudut timur laut ruang dalam candi ini.
Sekarang ini, disebelah barat candi terdapat dua buah area yang semuanya tanpa kepala, yang satu diperkirakan area Ganesa, dan yang lain Siwa Mahadewa. Disebelah barat area terdapat Lingga dan Yoni, yang keadaannya telah rusak (Yoni telah pecah dan Lingga tinggal sebagian). Disebelah baratnya lagi terdapat dua buah makam yang oleh penduduk diyakini sebagai makam Yang Kerta dan Yang Kerti, abdi kinasih Pu Sindok. Jika benar bahwa benda-benda tersebut asli dari Candi Lor, maka dapat disimpulkan bahwa candi Lor bersifat Siwa.
Pada tahun 1913, disawah sekitar candi, berhasil diketemukan 4 buah area yang terbuat dari perunggu, yang menggambarkan pantheon Budhisme, yaitu :
a)       Tara Musik, berukuran 7,8 Cm, menggambarkan seseorang yang sedang memainkan keeapi yang terbuat dari rotan dalam ekspresi menyanyi dan menari, dengan tugas memuja Dhyani Buddha.
b)       Bodhisattwa. berukuran 7.8 Cm. Dalam Buddha Mahayana, Bodhisattwa dianggap sebagai calon Buddha. Tiap-tiap Dhyani Buddha mesti dikelilingi oleh Bodhisattwa. Disini Dhyani Buddha dikelilingi oleh 4 Bodhisattwa yang disebut Vajradhatu Mandala.
c)       Dhupa Tara dan Puspha Tara. berukuran 9 Cm. Kedua area ini digambarkan ramping dan sangat indah. Yang satu digambarkan sama dengan Tara Musik, dan yang satunya. digambarkan sebagai Dhupa Bunga.
Seni patung yang diketemukan didekat Candi Lor ini sangat penting ditinjau dari segi artistik dan ikonografinya (Ilmu tentang area). Susunan pantheonnya sangat khas, yaitu mengungkapkan tradisi kerajaan dengan patung Buddha yang menghadap ke empat penjuru. Beberapa patung perunggu ini karena keindahannya pernah dipamerkan di Arena Pameran benda seni “Negeri Jajahan” di Paris pada tahun 1931. Seorang ahli sejarah kuno Indonesia Dr. FDK Boseh yang terpesona •dengan patung tersebut memhandingkan dengan patung Buddha aliran Singon di Jepang. Sedangkan ciri-cirinya yang indah itu dibandingkan dengan gambaran serupa pada naskah ikonografi Buddha yang ada di Bali.
Di kompleks eandi, ini diketemukan pula sebuah batu bertulis (prasasti). yang kemudian lebih dikenal dengan nama prasasti Anjuk Ladang. Prasasti ini mula-mula untuk kepentingan penelitian. yang kemudian di bawa ke Kediri (kediaman Residen Kediri) dan sekarang telah disimpan di Museum Nasional dengan nomor koleksi D. 59. Prasasti ini berisi maklumat dari seorang pejabat tinggi kerajaan, yang ditulis pada bagian muka 49 baris dan pada bagian belakang terdiri dari 36 baris. Berdasarkan tulisan tersebut dapat dikatakan, bahwa prasasti itu dikeluarkan oleh Pu Sindok yang bergelar Sri Maharaja Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmotunggadewa pada tahun 859 C atau 937M.
Walaupun Candi Lor keadaannya telah Rusak, Namun Ditempat Inilah Terdapat Salah Satu Bukti Bahwa Nganjuk Pernah Berperan Dalam Panggung Sejarah Nasional. Disini Terdapat Batu Bertulis Yang Memuat Sebutan (Toponimi) yang Sangat dekat sekali ucapannya Dengan Nganjuk (Anjuk Ladang). Candi Lor merupakan bukti sejarah tentang keberhasilan Pu Sindok di Anjuk Ladang mengalahkan musuhnya, dan sekaligus merupakan Tugu Peringatan Kemenangan (Jayastamba) Pu Sindok Menghalau Musuh Yang Mengancam Eksistensinya Di Jawa Timur. Mengingat begitu besar nilai perjuangannya ketika berada di Candi Lor ini, maka Warga Asli  Nganjuk Patut Bangga Terhadap Keberadaannya Itu.Semoga Seluruh Warga Nganjuk Menjaga Dan Melestarikan Peninggalan Sejarah Ini..terutama Para Generasi Muda.